Dahulu, ada seorang pengusaha yang cukup berhasil di suatu kota. Ketika sang suami jatuh sakit, satu persatu pabrik mereka di jual. Harta mereka terkuras untuk berbagai biaya pengobatan. Hingga mereka harus pindah ke pinggiran kota dan membuka rumah makan sederhana. Sang suami pun telah tiada. Beberapa tahun kemudian, rumah makan itu pun harus berganti rupa menjadi warung makan yang lebih kecil sebelah pasar.
Setelah lama tak terdengar kabarnya, kini setiap malam tampak sang istri di bantu oleh sang anak dan menantunya menggelar tikar berjualan lesehan di alun-alun kota. Cucunya sudah beberapa. Orang—orang pun masih mengenal masa lalunya yang serba berkelimpahan, namun ia tak kehilangan senyumnya yang tegar saat meladeni para pembeli.
Wahai ibu, bagaimana kau demikian kuat? “Harapan Nak! Jangan kehilangan harapan. Bukankah seorang guru dunia pernah berujar, karena harapanlah seorang ibu menyusui anaknya. Karena harapanlah kita menanam pohon meski kita tahu tak kan sempat memetik buahnya yang ranum bertahun-tahun kemudian. Sekali kau kehilangan harapan, kau kehilangan seluruh kekuatanmu untuk menghadapi dunia.”
Friday, November 27, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Arsip Amas
-
▼
2009
(27)
-
▼
November
(13)
- 7 Alasan Mempromosikan Bisnis Melalui Internet
- Kisah Nyata - Kebesaran Jiwa Seorang Ibu
- Cangkir yang Cantik
- Kuatnya Sebongkah Harapan
- Bid ah
- Semua ada saatnya
- Wartawan Senyum
- Larangan dalam Tidur
- 36 Jurus pamungkas online
- Karakter Pengusaha
- "Alasan Utama Mempromosikan Suatu Bisnis Melalui I...
- Larangan dalam tidur
- Bisnis Anti Bangkrut
-
▼
November
(13)
No comments:
Post a Comment