Thursday, April 29, 2010

Yusuf Mansur The Math Man of Giving

 

 

 

Dulu pedagang, sekarang pendakwah. Dulu diam-diam menjual tanah orang tua, sekarang “memaksa” orang untuk bersedekah. Banyak orang curiga dia sedang memperdagangkan sedekah. Tapi, menurutnya justru banyak orang belum mengerti “the math of giving”. Apa sebenarnya yang sedang diperjuangkan ustadz yang pernah dua kali masuk penjara ini?

Hampir setahun sejak heboh poligami AA Gym, ustadz Yusuf Mansur naik ke mimbar sebuah masjid di Sydney, Australia. Dalam acara penggalangan dana untuk pembangunan Islamic Center di kota itu, ia berceramah tentang pentingnya sedekah. Dengan bahasa Inggris-ala-Betawi, ia berdakwah di depan umat muslim yang mayoritas bule. Di akhir ceramah, ia meminta umat yang hadir untuk memberikan komitmen sedekahnya. Tak disangka, ia berhasil mengumpulkan dana sebesar Rp 2,4 miliar! Sebuah angka yang terbilang fantastis untuk sedekah di kota minoritas Islam yang dimotori oleh ustadz dari Indonesia dengan bahasa Inggris terbatas.

Sebenarnya, tak terlalu banyak orang di Sydney mengenal sosok pria yang satu ini. Jika ia berdiri di atas mimbar dan kita duduk bersila di bawahnya, ia nampak berperawakan sedang. Jika ia turun dari mimbar dan kita berdiri untuk menjabat tangannya, barulah ia terlihat sebagaimana aslinya, seorang pria berperawakan kecil dengan wajah yang bisa membuat ibu-ibu betah bertahan menontonnya.

Kita mengenal banyak tokoh besar berperawakan kecil lainnya. Bukan saja Napoleon yang bergerilya dari pegunungan Perancis, tapi juga Habibie dari sebuah rumah di Jerman. Yusuf memang belum sebesar itu. Popularitasnya mungkin juga belum bisa dibilang menandingi AA Gym.Tapi kita bisa melihat dia sedang menuju arah itu.

Sehari setelah meninggalkan Sydney menuju Jakarta, ia memberi waktu bagi ME mengikuti kegiatannya. Pagi itu hari Sabtu sekitar setengah sembilan, dia duduk di ruang tamu rumahnya yang sederhana di wilayah Tangerang sambil merekam suara di depan komputer. Mantan qori cilik ini meminta waktu sebentar menyelesaikan rekaman dakwahnya yang segera akan dikumandangkan di sejumlah stasiun radio sepanjang bulan Ramadhan. Yusuf sibuk berulang-ulang meng-edit sebaris kalimat dakwahnya: "Bagaimana mungkin kita yang dulu terlahir tanpa daya, kini bisa tumbuh dengan keberanian melakukan dosa di hadapan Tuhannya?"

Meski media telah membesarkan namanya sebagai ulama, orang mungkin bisa berpikir lain ketika menemui Yusuf di kediamannya. Ia lebih terlihat seperti seorang teman ketimbang ulama yang menjaga imagenya. Dari sudut pandang lain, ia bisa terasa seperti seorang business man ketimbang holy man.

Setiapkali ia mengangkat telepon selularnya, akan terdengar kalimat-kalimat bisnis. Kata-kata seperti "sudah saya urus proposalnya"; atau "target 200 miliar harus tercapai”; "sumbangan tiga ratus ribu dolar”, akan sering terdengar dari mulutnya. Ia juga menyeret ME ke ruang keluarga, menyaksikan tayangan infotainment yang memberitakan proyek terbarunya, pembuatan film Islami berjudul "Kunfayakun". Lalu dia menginformasikan, "Ini proyek empat setengah M, nih".

Ruang tamu itu kecil. Nampak tidak beraturan karena terlalu banyak orang yang hilir-mudik. Sebuah lemari kayu berdiri memuat buku-buku secara random. Diantaranya, dua buku tentang Muhammad dalam versi berbeda, dan sebuah buku tebal soal Google. Ia biasa meng-edit suaranya sendiri lewat software yang tidak familiar buat sembarang operator PC. Di belakang meja komputer, tersedia peralatan fitness, sebuah treadmill Aibi Power Tone yang sepertinya tidak terlalu sering disentuh pemiliknya.

Sambil menunggu ustadz yang sedang sibuk merekam, ME mengambil jarak dengan duduk di bagian teras depannya. Rumah itu nampak datar sebagai sebuah peninggalan budaya Betawi dengan teras luas di bagian luar dan ruang kamar yang sempit di bagian dalamnya. Di rumah inilah Yusuf membangun cikal-bakal "imperium"-nya, pesantren Daarul Quran yang bangunan modern-nya kini sedang disusun di atas tanah seluas 20 hektar. Pesantren modern yang berlokasi beberapa ratus meter dari kediaman Yusuf itu dipersiapkan untuk menyaingi Gontor dengan bangunan bertingkat 5.

Di ruang teras itu, beberapa ustadz lain datang menghampiri ME, mengajak berdiskusi soal tafsir Al Quran. Sementara seorang keluarga terdekat Yusuf menyapa antusias. ME berdialog (tepatnya, mendengarkan monolog) sosok yang satu ini, seorang nenek berjilbab dengan pembicaraan yang monoton seperti seorang schizophren.

Ia berusaha menjelaskan bahwa ayah kandung Yusuf telah menceraikan ibunya pada saat Yusuf masih berusia 7 bulan di dalam kandungan. Ia juga menceritakan, Yusuf sudah pandai berdakwah sejak kecil. Dan, Yusuf kecil sering menghindar ketika diminta berdakwah karena keasyikan main kelereng.

Selepas sholat dzuhur, Yusuf bersiap-siap melakukan perjalanan, ceramah ke beberapa masjid yang mengundangnya hari itu. Ia mengajak ME masuk ke dalam BMW Seri baru yang dikendarai supir pribadinya. BMW itu diparkir bersebelahan dengan mobil-mobilnya yang lain seperti Alphard, dan beberapa mobil up dated lainnya yang diparkir di sebuah tanah kosong dekat rumahnya.

Sepintas, deretan mobil mewah itu nampak kurang sepadan dengan lingkungan yang mengitarinya: gang kecil, warung gado-gado sederhana, lintas jemuran pakaian, dan pohon tinggi tak terawat yang batangnya sewaktu-waktu bisa saja jatuh menimpa kap mobil.

Apakah ada keinginan untuk pindah dari rumah aslinya? "Saya sudah menyatu dengan lingkungan ini. Saya lebih senang tinggal di kampung seperti ini daripada di kota,” ujar Yusuf yang duduk di sebelah supir sambil membuka jok bagian atas penyangga kepala. Seorang pria kekar yang duduk di belakangnya langsung menangkap gelagat itu. Ia memijat pundak ustadz.

Yusuf menyandarkan kepalanya, asyik menikmati pijatan. Ia nampak seperti seorang petinju yang siap-siap bertarung. Jika ia seorang petinju, kita tahu siapa musuh yang akan dia hadapi. Tapi sebagai ustadz, tahukah kita apa sebenarnya yang sedang ia lawan?

Sepanjang perjalanan, ia mencoba menceritakan suatu cerita di masa kecilnya:

"Waktu itu, saya masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Saya ingin membeli mainan seharga Rp. 14.000, cukup mahal untuk sebuah mainan anak-anak. Saya bilang ke nenek saya, supaya dia mau membelikan saya mainan itu. Nenek malah menyuruh Saya menabung. Maka mulailah saya menabung. Setiap hari, seratus rupiah. Logikanya, saya butuh 140 hari untuk bisa mewujudkan impian saya. Tapi Tuhan berkehendak lain. Di hari ketujuh, nenek meminta uang tabungan saya. Dengan uang itu, dia menyuruh saya ke pasar membeli bahan belanjaan untuk makan orang-orang selepas sholat Jumat.

Saya kecewa. Tapi saya tetap menabung lagi. Jumat berikutnya, ketika saya sudah menabung 7 kali 100 rupiah, nenek saya kembali meminta uang tabungan saya itu untuk makan selepas sholat Jumat. Minggu berikutnya saya tidak mau menabung lagi. Tapi anehnya, di Jumat berikutnya ketika saya menghadiri acara sunatan sepupu, saya menerima hadiah mainan yang saya inginkan. Aneh, kan? Yang disunat saudara saya, tapi yang diberi hadiah malah saya.

Saya berhasil mendapatkan mainan yang saya inginkan hanya dalam hitungan 14 hari, tanpa harus menunggu 140 hari. Belasan tahun kemudian saya baru mengerti, bahwa yang saya lakukan itu adalah prinsip dasar sedekah. Tuhan akan membalas sepuluh kali lipat dari apa yang kita sedekahkan”.


Yusuf turun dari BMW, menyongsong lebih dari seratus umat yang menantinya di sebuah masjid kawasan Bintaro. Ia disambut layaknya seorang Mama besar: orang-orang berusaha menjabat atau mencium tangannya dan beradu pipi dengan jemaah pria. Meski begitu, setiap orang pasti bisa merasakan bahwa Yusuf nampak tidak terlalu suka dengan respons semacam itu.

Dari caranya berpakaian saja terlihat kalau dia tidak mempersiapkan dirinya sebagai Mama besar. Di tengah umat yang mayoritas berpakaian putih-putih (tak jarang berjubah), Yusuf malah mengenakan kemeja warna merah dan sarung warna kelam. Busananya nampak seperti pakaian seorang tetangga sebelah rumah yang pergi sholat Jumat.

Sejauh ini, dia tidak berusaha menciptakan sebuah persona. Jika kita sandingkan dengan beberapa Mama populer lainnya, Yusuf memang sebuah pengecualian. Ia tidak, menggunakan manajer, asisten pribadi, atau apapun istilahnya. Ia lebih suka melenggang seorang diri (hanya didampingi supir pribadinya) dan mengatur segalanya sendirian. Jika bertemu dijalan, penggemarnya mungkin tidak akan berpikir dia adalah Yusuf Mansur yang sering masuk tv itu. "Saya tidak suka pakai manajer, sebab saya tidak suka menciptakan jarak dengan umat,” ujar Yusuf seperti menyindir.

Meski begitu, tak semua orang bisa merasa beruntung menjabat tangannya. Yusuf, seperti kebanyakan pria lainnya adalah seseorang yang tidak terlalu cermat pada detail. Dia menyalami orang sekenanya saja, sehingga ada beberapa orang yang nampak kecewa karena uluran tangannya tidak dibalas sang ustadz. Atau, ia bisa 'kabur' dari satu frame foto bersama sebuah ketuarga didepan masjid hanya karena dia harus cepat-cepat pergi ke tempat lain. Orang yang tidak siap dengan perilakunya itu bisa berpikir dia seorang ustadz yang sombong atau dianggap "tidak menunjukkan teladan". Tapi, begitulah Yusuf Mansur apa adanya.

Di hadapan sekitar 200 orang, dia berdakwah. Tubuhnya boleh saja kecil, tapi ide besarnya soal sedekahh membuat orang terdiam dan merenung. Dengan kemampuan komunkiasi yang baik, ia berdakwah soal sedekah. Menghadirkan gabungan antara kelihaian berbicara seorang Zainudin MZ dan kelucuan seorang AA Gym. Aksen Betawi menguatkan bungkusan komediknya dalam suara yang nyaris bindeng.

Yusuf di atas mimbar adalah kombinasi antara seorang penghafal Al Quran dan seorang komedian lenong. Pada saat itu, dia sepenuhnya hadir sebagai Yusuf Mansur seperti yang banyak orang kenal lewat layar kaca. Bedanya, ia bisa lebih kocak pada saat off air.

Di hadapan umat itu dia menyelipkan cerita:

"Sewaktu masa awal saya berceramah di sebuah stasiun tv swasta, saya pernah dimarahi seorang produser. Saya kaget setengah mampus, karena saya kira saya telah melakukan kesalahan fatal macam apa? Tiba-tiba saja dia menghentikan syuting, dan protes. Dia bilang siaran ceramah saya harus diulang hanya karena saya menggunakan bahasa Betawi. Dia bilang, “Pak ustadz, gimana sih? Ini kan tv nasional, masak pakai bahasa Betawi?” Lantas saya malah balik protes. Saya bilang, “AA Gym saja boleh pakai bahasa Sunda, masak saya nggak boleh pakai bahasa Betawi? Enak aja!"

Orang-orang yang hadir tertawa.

Sekitar satu jam, Yusuf menghentikan ceramahnya. Ia meminta agar panitia berhenti mengedarkan kotak amal yang menurutnya tidak akan berhasil menjaring sedekah yang banyak. "Jika melihat kotak amal, orang hanya melempar uang seribuan, atau paling banyak sepuluh-ribuan,” ujar Yusuf. Panitia kemudian membagi-bagikan secarik kertas folio kosong yang akan diisi oleh umat yang hadir. Di kertas itu, mereka diminta memuat berapa nominal yang akan mereka sedekahkan lengkap dengan sistem pembayarannya. Kurang dari satu jam, berhasil dihitung berapa total sedekah yang terkumpul dari hanya sekitar 150-an orang: Rp. 387 juta!

Yusuf tersenyum puas, meski ia sama sekali tidak membawa pulang uang sepeser pun dari acara itu. Lalu, darimana ia mendapatkan nafkahnya?

Sex dan Dakwah

Seusai acara di masjid itu, ia kemudian meluncur di atas BMW-nya menuju sebuah mall di wilayah yang sama. Ustadz masuk mall. Kali ini bukan untuk ceramah. Ia telah membuat appointment untuk bertemu produser dan kru film Kunfayakun, yang beberapa jam lalu dia lihat tayangannya di infotainment. Dia harus membicarakan soal trailer film yang akan tayang Februari mendatang. Yusuf datang terlebih dahulu, menunggu teman-teman film sambil membuka laptop Acer-nya. Saatnya berbisnis.

Dia memilih sebuah cafe yang dekat dengan lobi utama. Seorang perempuan yang bekerja sebagai operator di meja informasi nampak memperhatikannya. Setengah berbisik ia bertanya pada teman di sebelahnya, "Itu ustadz Mansur yang sering masuk tv itu, ya?" Tiga perempuan karyawan cafe berdiri di balik meja kasir. Yusuf memesan cappuccino, hot cappuccino. Teman-teman kru film Kunfayakun datang beberapa menit kemudian. Ketiga perempuan cafe entah bagaimana baru sadar bahwa tamu pertama yang datang di cafe-nya adalah seorang figur publik. Mereka menyodorkan kamera handphone, dan minta foto bareng. Klik!

Yusuf nampak serius ketika sudah sampai pada urusan bisnis. Ini memang proyek perdana layar lebarnya. Namun, ini bukan proyek motion picture-nya yang pertama. Dia adalah pencetus ide asli program sinetron Maha Kasih garapan SinemArt yang ber-rating baik. Ia juga penggagas program Cerita Sore yang mulai dikenal luas itu. Sebagian besar dari cerita-cerita di setiap program itu terinspirasi dari kisah nyata keajaiban sedekah. Di layar tv, orang belum terlalu mengenal Yusuf sebagai kreator. Di balik layar, dialah orang dengan segudang ide bisnis.

Ia bisa dibilang dai pertama yang punya ide membuat counterproduct dalam bisnis studio teater di Indonesia. Pasalnya, ia mengaku kesal pada Studio 21, satu-satunya teater dan distributor film dengan jaringan terbesar di Indonesia. Ia kesal karena Studio 21 tidak mau menyediakan waktu film Kunfayakun untuk bisa edar pada saat lebaran nanti. Itulah mengapa ia kemudian mengalah menayangkannya mundur ke bulan Februari. "Lihat saja, nanti akan saya ciptakan studio rakyat untuk melawan dominasi mereka. Catat itu;" ujar Yusuf.

Setelah selesai dengan urusan bisnis, ia kembali bergegas masuk mobil untuk menghadiri undangan ke sebuah masjid di wilayah Cempaka Putih. Komunikator tak lepas dari genggamannya. Orang-orang yang berada semobil dengan kami berubah formasi lagi. Kali ini masuk seorang rekan kerja dari salah satu stasiunTV langganannya. Mereka bicara serius. Yusuf nampak kecewa dengan komitmen petinggi-petinggi stasiunTV itu. Menurutnya, itu adalah akibat keempat pimpinannya tidak committed dengan sedekahnya.

Ketegangan pembicaraan mereka mulai mereda ketika sampai pada tema-tema populer. Jalan di sepanjang Cempaka Putih macet tidak seperti biasanya di malam minggu itu. Setelah berada di pertengahan, barulah terlihat ruas jalan yang menyebabkan kemacetan. Ruas jalan itu sengaja ditutup untuk menyelenggarakan acara Maulid Nabi. Yusuf bereaksi agak keras, ia nampak tidak suka melihat situasi itu. "Begini nih, nyusahin aja. Harusnya mereka bisa menunjukkan perilaku yang lebih baik. Kalau begini kan, mengganggu kepentingan orang banyak namanya”.

Pembicaraan kemudian mengarah pada persoalan wanita. Yusuf menceritakan kalau baru-baru ini dia kebetulan berada semobil dengan salah seorang aktris yang bermain dalam Kunfayakun. Artis itu berpakaian cenderung terbuka di bagian dada sehingga ustadz spontan berkomentar. Lalu artis yang sudah bercerai dengan suaminya itu balik menjawab ustadz setengah-menggoda. Agak mengherankan mendengar seorang ustadz bisa bercerita tentang tema yang cenderung vulgar. "Namanya juga laki-laki, kan dimana-mana sama kalau melihat yang begitu," ujarnya berseloroh.

Tak lama setelah heboh poligami AA Gym, Yusuf juga sempat digosipkan menikah lagi. Itulah salah satu haa yang membuatnya kecewa pada stasiunTV tadi. Menurut Yusuf, mereka telah memanfaatkan rumor itu sebagai alat untuk mereposisi harga kontraknya. Ia nampak kurang suka membahas tema yang satu ini, meski dalam suasana bercanda. Ketika beberapa kali coba ditanyakan, Yusuf hanya menjawab, "Nggak usah ngomongin itulah, sudah basi. Itu konsumsi infotainment banget. ME nggak begitu, kan?"
Sejenak ia nampak berdoa. Entah kenapa ia tiba-tiba berdoa.

Yusuf cukup berani membicarakan tema-tema yang menyerempet 'ke arah sana'. Entah itu dalam kesadaran sebagai seorang lelaki biasa, atau mungkin juga seorang pendakwah dengan maksud yang belum tentu bisa kita pahami. Dalam ceramahnya, ia tak sungkan membawa satu cerita yang mengandung materi orang dewasa meski di tempat itu berkeliaran anak-anak di bawah umur. Tentu ia meminta izin pada para pendengarnya sebelum ia memulai cerita seks di tengah ceramah:

"Ada sepasang suami istri yang tidak bisa punya anak selama 11 tahun pernikahannya. Mereka berdua kemudian disarankan untuk bersedekah, lalu mereka menuruti perintah kyai yang mereka percaya. Setelah sedekah, tiba-tiba saja tetangga yang tinggal tak jauh dari rumahnya datang untuk memberitahu sesuatu. Tetangganya itu malu-malu ingin membongkar rahasia ranjangnya sendiri yang menjadi kunci kenapa ia punya banyak anak. Demi ingin punya anak, si istri tadi rela mendengarkan nasehat yang dimaksud:

"Tetangga itu kemudian membuka rahasia bahwa, setiapkali berhubungan dengan suami, jangan lupa untuk meletakkan bantal di bawah, maaf, bokong Anda (di bagian ini, para jemaah tertawa-ed). Dan jika suami sudah mencapai klimaks, minta untuk jangan cepat-cepat dilepas (jemaah tertawa lagi-ed). Begitu rahasia si tetangga.

"Ketika suaminya pulang, si istri sudah berada di atas bantal (tertawa lagi-ed). Lalu, empat bulan kemudian si istri hamil. Luar biasa. Sebelas tahun menikah tak punya anak dan ternyata rahasianya ada pada tetangga sebelah. Pertolongan Tuhan itu bisa datang dari arah yang tidak pernah kita duga”.


Soal keajaiban sedekah, Yusuf memang ahlinya. Ia secara pribadi mengaku seringkali membuktikan sendiri kalau sedekah itu memang manjur. Ia mengaku memperoleh semacam 'wangsit' soal ilmu sedekah ini sewaktu ia berada di dalam penjara (Yusuf pernah dua kali masuk bui karena persoalan hutang, suatu hal yang kemudian ia jadikan sebagai pelajaran untuk disampaikan kepada orang lain). Ketika itu ia lapar, dan yang ada hanyalah sepotong roti. Padahal ia berharap sebungkus nasi.

Ia kemudian melihat barisan semut di tembok penjara dan membagikan potongan roti itu untuk kerumunan semut. Kemudian ia berdoa agar dapat sebungkus nasi sebagai imbalannya. Tak disangka, beberapa menit kemudian seseorang membawakan sebungkus nasi Padang untuknya.

Keluar dari penjara, di tahun 1999 ia sempat berjualan es kacang hijau. Hampir setiap hari puluhan bungkus esnya kembali, hanya sedikit yang membeli. Keesokan harinya ia memutuskan untuk menerapkan 'ilmu semut' yang ia peroleh di dalam penjara. Ia membagikan bungkus es secara cuma-cuma kepada pengemis. Tak disangka, tak lama kemudian dagangannya langsung ludes dibeli orang.

Sejak itu ia percaya, bahwa sedekah itu harus didepan, bukan dibelakang seperti yang banyak dilakukan orang selama ini. Ia mulai percaya sedekah membawa membawa berkah. Padahal, sebelumnya ia adalah tipe anak yang secara diam-diam nekad menjual harta berupa tanah. Dia menyebut keputusan konyolnya itu sebagai “dosa terbesar yang pernah dia lakukan”. "Makanya bisnis saya dulu hancur karena jalan yang saya tempuh bukan jalan yang baik. Sejak saya menerapkan ilmu sedekah, semuanya jadi lancar. Omset saya sekarang milyaran rupiah".

Kemanapun ia pergi berceramah, ia selalu berbagi cerita tentang keajaiban sedekah. Seperti malam itu pada kunjungan terakhirnya di sebuah masjid samping pom bensin. Malam Minggu sudah hampir jam sembilan. BMW tiba di pelataran masjid. Musik di dalam mobil masih mengalun pelan, melayangkan lagu "Hello" milik Lionel Richie yang sudah diulang untuk kesekian kalinya sejak siang tadi. "Saya suka sekali lagu ini,” ujar Yusuf sambil ikut menyanyikan satu baris penting dalam lagu itu: "Hello.., is it me you looking for?"

Ia turun dari mobil dan kembali disambut jemaahnya. Anak kecil, remaja, bapak-bapak, dan tentu saja ibu-ibu. Tua dan muda. Ketika duduk di depan forum, wajahnya ditembak proyektor ke tembok sebelah kirinya. Ia mulai bicara satu-dua kata, tapi tiba-tiba ia seperti merasakan ada sesuatu yang salah. Ia melihat orang-orang tidak menatap langsung ke arah dimana ia duduk.

Orang-orang yang memadati masjid itu menonton ke arah tembok proyektor, meski sosok yang mereka tonton ada persis di depannya. Yusuf tiba-tiba berdiri, orang-orang masih belum mengerti apa yang akan dia lakukan. Ia berjalan menuju proyektor, mematikannya, dan kembali duduk di depan forum. Tatapan orang-orang beralih padanya. "Nah, begini kan lebih enak,” ujarnya. Jemaah masjid tertawa dan tidak lagi menatap ke arah tembok.

Di masjid itu, lagi-lagi ia menyampaikan pesan andalannya: "Saya ingin bilang pada semua orang, agar jangan lagi menggunakan kata 'seikhlasnya' setiapkali mereka diminta bersedekah. Sebab, 'seikhlasnya' hanya akan membuat orang bersedekah sekecil-kecilnya. Orang selalu berpikir bahwa sedekah itu kecil. Padahal, matematika sedekah tidak seperti itu. Tuhan akan membalas sepuluh kali lipat dari apa yang kita sedekahkan. Jika orang punya uang seratus ribuan dan sepuluh ribuan, ia pasti akan menyumbangkan yang sepuluh ribuan. Padahal, seharusnya yang disedekahkan itu yang seratus ribuan".

"Rumusnya begini, jika 10.000 yang disedekahkan, maka 10.000 itu akan dikalikan 10 sehingga hasilnya menjadi 100.000. Jika sebelumnya ia memiliki uang 110.000, maka uangnya kini menjadi 200.000. Tapi jika ia menyumbangkan yang 100.000, maka 100.000 itu akan dikalikan 10 hingga menjadi 1.000.000. Sehingga uangnya yang semula 110.000, dalam rumus sedekah bertambah menjadi 1.010.000. Jadi, orang harus mulai berpikir bahwa sedekah itu bukan mengurangi harta, tapi malah menambah harta".

Rumus itu memang agak membingungkan untuk orang yang baru pertama kali mendengarnya. Tapi Yusuf adalah orang yang paling getol menyampaikan apa yang disebutnya "matematika sedekah" ini hampir di setiap ceramahnya. Inilah "kredo" seorang Yusuf Mansur, atau "ruh" dalam istilah penciptaan, "sketsa" kalau dalam dunia lukisan, "platform" jika dalam kamus politik, perjuangan mendasar seorang Yusuf Mansur. Perjuangan inilah yang membawanya naik sebagai seorang pemuka umat. Sebuah mimpi besar yang ia harapkan suatu hari nanti akan membuahkan kesejahteraan bagi negeri ini.

Tak terasa, malam Minggu sudah sedikit lewat dari jam 12. Yusuf baru saja selesai menengok hasil trailer film Kunfayakun di sebuah rumah produksi wilayah Tebet. Kru yang mengikutinya nampak sudah kehabisan tenaga untuk melakukan aktivitas berikutnya. Lagipula, apa yang akan dilakukan seorang ustadz di malam Minggu lewat jam 12 malam? Yang pasti bukan mampir ke wilayah Kemang. "Saya nggak pernah bisa enjoy ke tempat-tempat seperti itu," ujar Yusuf sambil merebahkan badan di sofa. Tak lama kemudian kami berpisah, membiarkan ustadz tertidur di dalam mobil, kembali menuju rumahnya.

Beberapa hari kemudian masuk pesan singkatnya lewat sms:

"sedekah acara kita buat Moslem People di Sydney yang saat itu terkumpul donasi sebesar Rp. 2,4 M yang uangnya tidak kita bawa ke tanah air berbuah 10 kali lipat, sebagaimann keyakinan kita semua semalam, 10 September 2007, kami menggelar acara bertempat di Islamic Center Surabaya, diikuti oleh 3000 orang. Alhamdulillah, komitmen sedekah yang terkumpul dari acara 2 jam itu adalah Rp 24 miliar. Tepatnya 23.833.948.000, atau sebanding dengan 10 kali lipat sedekah kita untuk Moslem People di Sydney Subhanallah!".

 

Sumber: Male Emporium

 

Salam sukses.

Amas Hariska AP

Pengelola blog:

Belanja busana muslim dan Jilbab http://aryasoutletmuslim.blogspot.com

http://anekajilbabdelima.blogspot.com

http://tinyurl.com/bajupoeti

http://tupperwarebundaelis.blogspot.com

===============================
Tlp/fax. 021 30149536
Mobile. 08562132288
Email. ahap234jamil@gmail.com

Ym. resiabiyasa@yahoo.co.id

Bekasi Jawa Barat - Indonesia
========================
Workshop. BTC Lt.B9 No.6
========================
Mau Belajar Bisnis Internet dan cara mendapat uang lewat internet join disini http://tinyurl.com/8o4hgb
Mau dapat koleksi artikel dan newsletter motivasi Islam GRATIS klik http://www.zonasukses.com/reg.php?aemail=ahap234jamil@gmail.com
Ingin mempromosikan produk atau jasa anda dengan efektif join di http://negeriads.com/index.php?r=4503

 

 

1 comment:

Blogger said...

Did you know you can shorten your links with Shortest and earn dollars from every visitor to your short urls.